Konflik Semanjung Malaya Dari Kerajaan Chola Hingga VOC Belanda

Konflik militer di Semenanjung Malaya, yang kini menjadi bagian dari Kerajaan Malaysia, memiliki sejarah panjang. Serangan militer penting yang terekam sejarah bermula dari ekspedisi laut Kerajaan Chola di India Selatan yang berpusat di Delta Sungai Kaveri di Kota Nagapattinam.

Kerajaan Chola yang muncul tahun 985 Masehi menurut sejarawan Herman Kulke dalam buku Nagapattinam to Suvarnadwipa, Reflections on the Chola Naval Expeditions to Southeast Asia merupakan salah satu dinasti terkuat di dunia pada abad ke-10. Kekuatan superpower lain kala itu adalah Dinasti Fatimiyah di Mesir yang muncul tahun 969 Masehi dan Dinasti Sung di Tiongkok yang muncul tahun 960 Masehi.

Raja bernama Rajaraja dari Kerajaan Chola mengembangkan kekuasaan di India Selatan, Sri Lanka, hingga Kepulauan Maladewa. Ketika itu perdagangan antara Kerajaan Pagan di Myanmar modern, Kerajaan Sriwijaya di Sumatera, dan Kerajaan Tiongkok berkembang pesat.

Kerajaan Sriwijaya pun hidup makmur dari perdagangan dengan bangsa-bangsa lain. Kerajaan Sriwijaya, yang berkuasa hingga Semenanjung Malaya dan sebelah selatan Kerajaan Thailand modern di sekitar Surat Thani, memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Tiongkok.

Herman Kulke menulis, Kerajaan Chola yang mengirim utusan ke Tiongkok pada 1015 mendapat informasi intelijen tentang kekuatan Sriwijaya saat singgah di Sumatera. Informasi itu menjadi dasar serangan kekuatan laut Raja Rajendra Chola I (1014-1044) tahun 1025 ke Sriwijaya (Palembang), Malayu (Jambi), Pannai di sekitar Riau Daratan dan wilayah yang kini jadi Malaysia modern di Kadaram (Kedah), Ilangasokam di Trengganu-Pattani. Serangan itu memorakporandakan Semenanjung Malaya dan Sumatera.

Situasi damai tercipta di Semenanjung Malaya setelah serangan Kerajaan Chola. Kerajaan Malaka (1402) yang dipimpin Parameswara, seorang keturunan Majapahit yang berasal dari Sumatera, menjadi kekuatan perdagangan di kawasan tersebut.

Seiring dengan penjelajahan bangsa Eropa yang dipelopori Portugal dan Spanyol, Malaka dan Semenanjung Malaya pun menjadi incaran mereka. Secara berurutan, Portugis menaklukkan Cochin di India tahun 1502, Pulau Sokotra (sekarang wilayah Yaman) tahun 1056, dan Goa di pantai barat India dikuasai tahun 1510. Misi dagang Portugis pertama ke Malaka tahun 1509 berakhir dengan pertempuran karena para pedagang India memberikan kabar tentang ekspansi militer Portugis di India kepada Kesultanan Malaka. Portugis kehilangan dua dari lima kapal dan prajurit mereka di Malaka.

Ruud Spruit dalam buku The Land Of The Sultans menjelaskan, Belanda melalui Serikat Dagang Hindia Timur (VOC atau Kompeni) berusaha merebut Malaka, tetapi gagal. Demi persaingan ekonomi, Belanda pun mendirikan Batavia (kini Kota Jakarta) dari puing-puing Jayakarta pada tahun 1619.

Persaingan Malaka-Batavia terus berlangsung. VOC memutuskan merebut Malaka dengan pengepungan bulan Agustus tahun 1640. Pertempuran berjalan alot, baru pada tanggal 14 Januari, Malaka menjadi milik VOC.

Belakangan, seiring kekalahan Belanda dalam perang melawan Inggris, Malaka pun dikuasai Inggris. Selanjutnya Malaka ditukar Belanda kepada Inggris selepas perang Napoleon di Asia yang berakhir dengan kekalahan Perancis-Belanda di Jawa, bulan September tahun 1811.

Gabungan kemapanan ekonomi dan teknologi militer menjadi landasan utama untuk menyerang serta menguasai Semenanjung Malaya pada masa Sriwijaya hingga awal kedatangan kolonialisme Portugis-Belanda.

Sumber : kompas.com


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.