Perempuan Maroko Tuntut Perubahan Hukum Pemerkosaan
Ratusan warga Maroko berunjuk rasa di Rabat, Sabtu (17/3/2012), untuk menuntut perubahan hukuman pidana yang membolehkan pemerkosa lolos dari hukuman jika dia menikahi korbannya atas persetujuan orangtua,
Sekitar 200 perempuan Maroko berunjuk rasa di luar gedung parlemen di Rabat, ibukota negara itu, Sabtu (17/3/2012), sepekan setelah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun bunuh diri karena dipaksa menikah dengan lelaki yang memperkosanya.
Mengusung poster bertuliskan "Amina sang Martir", "Hukum Membunuhku", dan "Kami Semua Amina", mereka menuntut perubahan undang-undang yang memperbolehkan seorang pemerkosa lolos dari hukuman jika dia menikahi korbannya dengan persetujuan orangtua.
Kasus bunuh diri Sabtu pekan lalu itu dilakukan oleh Amina al-Filali yang menenggak racun tikus. Kejadian ini menimbulkan gelombang amarah di seluruh negeri dan memicu tuntutan untuk mereformasi hukum yang seolah-olah melindungi nilai-nilai keluarga.
Keluarga dari korban pemerkosaan yang berusia di bawah 18 tahun biasanya setuju untuk menikahkan putrinya karena kehilangan keperawanan di luar pernikahan merupakan aib bagi keluarga.
Ayah Amina, Lahcen al-Filali, mengatakan saat berdemonstrasi pada Kamis (15/3/2012) bahwa dia menentang pernikahan paksa terhadap putrinya, tetapi istrinya mendesak. "Dia bilang kami harus melakukannya supaya orang tidak lagi menghina kita, untuk menghilangkan rasa malu (keluarga)," katanya pada AFP.
"Bisakah Anda membayangkan seorang lelaki yang memaksa seorang gadis untuk menuruti kehendaknya dengan ancaman pisau, dan yang memperkosanya, kemudian ingin menikahinya?"
Mereka membentangkan sebuah spanduk besar bertuliskan bahasa Arab, Amazigh (bahasa suku Berber) dan Perancis, berbunyi, "Kehormatan Perempuan. Akhiri Serangan Seksual."
Houda Bouzil dari Asosiasi Demokrasi Perempuan Maroko mengatakan, "Pada tahun 2008, ketika pemerintah memperkenalkan rancangan undang-undang yang kemudian disimpan, untuk menuntut diperiksanya kembali hukuman pidana dengan tujuan menghentikan diskriminasi dan kekerasan."
Kasus Amina menjadi pemberitaan besar di media Maroko. Sebuah petisi online yang menuntut perubahan undang-undang itu langsung menarik ratusan orang untuk menandantanganinya.
"Saya tidak mengenal Amina, tetapi saya membayangkan banyaknya jumlah Amina-Amina yang lain yang hidup atau pernah hidup di antara kita," tulis surat kabar independen Al Sabah dalam editorial panjangnya.
"Hukum ini sangat absurd, aturan sosial yang tidak masuk akal, yang berusaha mengobati "pemerkosaan" yang jahat dengan sesuatu yang lebih menjijikkan, menikahkan si pemerkosa.... Siapa sebenarnya yang kota hukum pada akhirnya, korban atau penjahatnya?" demikian petikan editorial Al Sabah.
Pemerintah berjanji untuk mempelajari kembali hukum itu, sementara polisi memanggil lalu membebaskan si pemerkosa setelah Amina bunuh diri.
Di bawah hukum Maroko, seorang pemerkosa diancam hukuman lima hingga 10 tahun penjara atau 10 hingga 20 tahun jika korbannya di bawah umur. Hukuman itu juga diikuti denda 200 hingga 500 dirham.
Jika pemerkosa menikahi korbannya, dia tidak akan dituntut secara hukum kecuali korban berhasil meminta cerai. Namun di bawah norma keluarga, keputusan hakim yang memerintahkan pernikahan semacam itu tidak bisa diubah.
Kamis lalu, 300 demonstran melakukan aksi duduk di luar gedung pengadilan yang menyetujui pernikahan Amina.
Post a Comment