Mari perkuat Iman, Bukan Berbangga Jumlah!

SETIAP Setiap hari kita selalu dikepung oleh beragam berita, baik TV, internet, radio, majalah bahkan koran. Umumnya kita jadi ‘tidak karuan’ setelah membaca berita-berita itu. Pada saat yang sama berita-berita yang kita baca setiap harinya juga tidak berdampak signifikan terhadap produktivitas kita sehari-hari. Lebih-lebih terhadap peningkatan kualitas iman.

Apalagi berita yang dimuat media massa belakangan ini --baik dalam mapupun luar negeri-- cenderung kurang obyektif, khususnya ketika mengabarkan hal-ihwal umat Islam. Belum lagi program hiburan yang cenderung kurang etis.

Karena itu, adagium yang mengatakan bahwa kesalahan yang ditampilkan secara terus-menerus perlahan akan dianggap benar. Sedangkan kebenaran yang tidak pernah ditampilkan sudah pasti akan asing dan karena itu dianggap tidak benar, hari ini, bukanlah pepesan kosong.

Permainan opini di media berhasil menggiring manusia pada satu pemahaman dan gerakan yang seringkali justru tidak memberikan manfaat apa-apa bagi kehidupan kita, baik sebagai warga negara, bangsa maupun sebagai seorang Muslim. Yang ada justru makin menambah rasa gundah.

Prioritas Hidup

Tujuan utama diciptakannya manusia tiada lain hanyalah beribadah kepada Allah SWT. Beribadah kepada Allah SWT tidak bisa dilakukan kecuali orang yang berilmu. Tetapi ilmu yang tidak menguatkan iman juga tidak akan mendorong seorang manusia untuk benar-benar beribadah kepada-Nya.

Siapa yang tidak mafhum, jika mayoritas pejabat dan penduduk negeri ini beragama Islam. Tetapi, siapa yang tidak tahu kalau ternyata negeri ini adalah negeri Muslim terbesar yang korupsi menjadi budaya sebagian besar pejabat dan rakyatnya yang tentu juga beragama Islam.

Fenomena tersebut cukup menjadi bukti bahwa kita semua berkewajiban menjaga diri dan keluarga tertular virus yang membinasakan itu. Korupsi yang membudaya tersebut disebabkan oleh kelirunya mereka dalam menentukan prioritas hidup.

Allah SWT menjelaskan dengan gamblang bahwa pertama dan utama yang harus diupayakan oleh setiap Muslim adalah senantiasa menumbuhkan keimanan dan menjaga kualitasnya. Sebab iman itulah pangkal keselamatan umat manusia. Dengan iman orang rajin menuntut ilmu, dengan iman orang berani berjihad, dengan iman orang bisa menjadi pemimpin adil, bijaksana, dan pemberani.

Tetapi, hal inilah yang ditinggalkan oleh sebagian besar umat Islam di negeri ini. Faktanya sederhana, hampir dapat dipastikan bahwa seluruh anggota DPR setiap harinya selalu membaca koran. Tidak cukup koran mereka lihat internet. Tetapi bisa dipastikan, sangat sedikit di antara mereka yang setiap harinya membaca al-Qur’an.

Adakah kira-kira anggota dewan kita menjadikan al-Quran sebagai acuan menyelesaikan masalah dan persoalan, selain data penunjang bersumber dari media? Boleh jadi masih belum.

Mayoritas umat Islam, termasuk generasi muda telah disibukkan oleh hal-hal yang kurang memberi faedah. Baik bagi kepentingan duniawi apalagi ukhrawinya. Tidak perlu dibantah lagi bahwa kebanyakan anak-anak muda kita membuka akun Facebook-nya seolah-olah telah menjadi kebutuhan hidup setelah sandang, pangan dan papan.

Namun mereka sangat jarang --bahkan mungkin-- sangat berat untuk membaca dan mentadabburi al-Qur’an. Bahkan ada yang selama satu bulan atau sampau satu tahun tak menyentuh kitab sucinya, kecuali bulan Ramadhan saja.

Jika hal ini terus terjadi dan menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat kita, tentu kita bisa memastikan, rujukan gaya hidup mereka sehari-hari bukanlah al-Quran.

Kondisi inilah yang menjadikan kita cenderung mudah tertipu oleh dunia yang pragmatis, sehingga bertindak tidak atas dasar keridoan Tuhan tetapi atas logika materialisme.

Padahal berupaya untuk bisa bertindak atas dasar iman, itulah prioritas hidup yang hakiki.

Kuatkan Iman

Adakah masalah yang tidak bisa diatasi dalam hidup ini? Tentu semua bisa diatasi. Al-Qur’an menjamin hal tersebut. Al-Qur’an adalah obat (penyakit apa saja yang dialami kehidupan manusia), rahmat, dan petunjuk bagi orang yang beriman (benar keimanannya).

Ternyata, apabila kita telusuri secara cermat, hal utama dan pertama yang harus dilakukan oleh setiap Muslim ialah memperkuat keimanannya kepada Allah SWT. Hal tersebut bisa kita saksikan salah satunya dengan cara memperhatikan riwayat para nabi dan rasul-Nya.

Semua Nabi dan Rasul Allah menangan atas musuh-musuhnya bukan dengan persenjataan, kekuatan dana, dan banyaknya pasukan. Tetapi karena kualitas keimanannya. Sebab hanya dengan iman seorang Muslim akan mampu menjadi insan yang muttaqin.

وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّهُ بِبَدْرٍ وَأَنتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.” (QS. 3: 123).

Bagaimana Allah menolong pasukan Muslim yang kecil dan tak bersenjata lengkap itu?

قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُم مِّثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَن يَشَاءُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لَّأُوْلِي الأَبْصَارِ

“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur) Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (QS. 3 (Ali Imron): 13).

Logika manusia biasa (lebih-lebih yang tidak beriman) pasti mengatakan bahwa yang banyak jumlahnya, lengkap senjatanya pasti akan menang. Tetapi faktanya tidak. Perang Hunain membuktikan hal tersebut. Bahwa ternyata banyaknya pasukan, lengkapnya senjata sama sekali tidak menjamin sebuah kemenangan bisa diraih.

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” (QS. 9 (Attaubah): 25).

Tak sedikit ada penyakit dalam diri umat hari ini. DI mana mereka lebih suka berbangga-bangga jamaah dan jumlah. Meski sebenarnya, jumlah yang mereka bangga-banggakan itu tak pernah berarti bagi kemenangan Islam.

Karenanya, keimanan atau dengan bahasa lain, kualitas tauhid dan iman umat Islam, itu jauh lebih baik, dibanding jumlah yang banyak namun kualitasnya hanya seperti buih di lautan.

Jadi beriman itu penting dan mengimani apa yang diturunkan kepada rasulullah saw adalah perkara mendasar yang harus dijaga kualitasnya. Jika demikian mengapa kita tidak berusaha untuk selalu akrab dengan al-Qur’an?

Utamakan Sabar

Salah satu buah keimanan yang sangat istimewa ialah kesabaran.Nabi Muhammad berhasil membangun Madinah sebagai profil negara terbaik di dunia sepanjang masa karena kesabaran dan kesungguhan dalam menerapkan iman dalam kehidupan.

Sabar memang mudah diucapkan tetapi teramat berat untuk dilaksanakan. Namun bagi yang beriman, sabar adalah energi. Energi untuk tetap optimis, disiplin dan tekun dalam menjalani kehidupan dengan ketaatan penuh kepada Allah dan rasul-Nya.

Lihatlah perjalanan panjang Nabi Yusuf. Ia dilempar ke dalam sumur, kemudian difitnah hendak memperkosa istri tuannya, dan akhirnya dijebloskan ke dalam penjara. Semua ujian itu dihadapi dengan sabar tanpa kehilangan prinsip hidupnya, yakti tauhid.

Nabi Yusuf tidak pernah berusaha membalas perbuatan jahat saudara-saudaranya, kekejian istri tuan yang telah memfitnahnya. Bahkan Nabi Yusuf ikhlas berada dalam penjara, yang penting imannya terjaga.

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِي

Yusuf justru berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." (QS. 12 (Yusuf): 33).

Sekiranya logika Nabi Yusuf ini digunakan oleh presiden, para menteri, anggota DPR dan seluruh umat Islam di Indonesia, tentu akan adil makmurlah negeri ini.

Faktanya jelas, dengan bersabar di dalam penjara, dan konsisten mempertahankan keimanannya, Nabi Yusuf diangkat oleh Allah SWT menjadi perdana menteri yang berhasil menyelamatkan rakyat Mesir dari paceklik dan kelaparan selama 7 tahun lamanya.

Bahkan nama Nabi Yusuf diabadikan di dalam al-Qur’an. Apalagi kalau bukan karena Allah ridha kepada Nabi Yusuf selain karena kesabarannya?

Kesimpulannya, marilah kita senantiasa berupaya mempertajam kualitas iman kita dengan berlomba-lomba memperkuat iman dan menunjukkan keislaman kita, bukan berbangga pada jumlah.*/Imam Nawawi.
Source:

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.