Teknik Penyilangan Galur mandul Jantan dan Pelestarian Galur Pemulih Kesuburan Untuk Menghasilkan Hibrid
Warsono dan Sukirman
Masing-masing adalah Teknisi Litkayasa Penyelia pada Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Jalan Raya Ciapus No. 25C, Muara, Bogor 16619, Telp. (0251) 8322064, Faks. (0251) 8322064
Pemanfaatan terjadinya heterosis pada generasi F1 dalam perakitan padi hibrida diyakini mampu meningkatkan daya hasil padi hibrida di atas padi inbrida yang dirakit dengan metode pemuliaan konvensional. Oleh karena itu, padi hibrida dapat menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah terjadinya pelandaian peningkatan produktivitas padi. Virmani (1999) melaporkan bahwa padi hibrida mampu meningkatkan hasil sekitar 17% dibandingkan dengan varietas padi inbrida.
Heterosis merupakan fenomena biologis di mana hibrida F1 hasil persilangan dari dua tetua yang berbeda secara genetis menunjukkan peningkatan vigor di atas rata-rata tetuanya. Bentuk ini dikemukakan untuk menjelaskan stimulasi yang disebabkan peningkatan heterozigositas dan
sinonim dengan vigor hibrida yang merupakan pengaruh hibridisasi (Virmani 1994). Berbeda dengan heterosis, homozigositas yang terjadi akibat persilangan kerabat dekat atau dikenal dengan inbreeding justru cenderung menurunkan kemampuan suatu individu (Allard 1960).
Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang secara alami menjadi spesies inbreeding. Oleh karena itu, tekanan yang terjadi akibat homozig ositas pada padi tidak sebesar pada tanaman yang menyerbuk silang. Pengaruh tekanan inbreeding yang kuat merupakan hasil dari ekspresi heterosis yang besar (Filho 1999). Padi varietas unggul yang dirakit dengan menggunakan seleksi galur murni mampu tetap stabil pada kondisi semua lokus homozigot. D
engan demikian, sulit memperoleh padi hibrida yang biaya produksinya setara dengan padi inbrida.
Padi hibrida yang dirakit dengan menggunakan sistem mandul jantan (cytoplasmic male sterile = CMS) pada generasi F2 akan terjadi segregasi gen-gen pemulih kesuburan (restorer), sehingga sebagian individu tanaman yang membawa alel resesif untuk gen-gen ters ebut menjadi steril.
Pengaruh segregasi gen pemulih kesuburan bersama-sama dengan pengaruh tekanan inbreeding pada F2 akan menyebabkan penurunan hasil gabah. Informasi mengenai besarnya penurunan hasil padi pada populasi F2 akibat penggunaan galur mandul jantan dan adanya tekanan inbreed ing masih terbatas dan hasilnya juga tidak konsisten.
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan benih hibrida F1 dan F2 sebagai bahan tanaman berikutnya.
BAHAN DAN METODE
Penyilangan dilaksanakan pada musim hujan (MH) 2004/2005 dan mu
sim kemarau (MK) 2005 di rumah kaca dan di lapangan pada Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Bogor. Bahan yang digunakan adalah galur mandul jantan sitoplasma IR58025A, galur pelestari kesuburan IR58025B, dan galur-galur pemulih kesuburan IR53942, C20, dan Kencana Bali. Galur-galur tersebut berasal dari ekotipe yang berbeda yang mewakili padi indica, japonica, dan tropical japonica. Karakteristik masing-masing genotipe yang digunakan ditampilkan pada Tabel 1.
Bahan penunjang lainnya adalah kantong kertas, kantong kertas transparan, etiket, dan air.
Penyilangan antara galur mandul jantan IR58025A dan ketiga galur pemulih kesuburan dilakukan untuk memperoleh benih F1, sedangkan F1 resiprokal diperoleh dengan menyilangkan ketiga galur pemulih kesuburan sebagai tetua betina dengan galur pelestari kesuburan IR58025B sebagai tetua jantan. Pada MK 2005, sebagian benih F1 ditanam di rumah kaca untuk mendapatkan benih F2 Alat yang digunakan adalah gunting kastrasi, ember plastik,
bak plastik, lampu listrik, pompa isap, dan alat tulis.
Penyilangan
Secara garis besar, penyilangan merupakan serangkaian pekerjaan yang saling terkait, yang meliputi kastrasi, emaskulasi atau pengebirian, isolasi, dan penyerbukan. Kastrasi dan emaskulasi adalah pembuangan alat kelamin jantan (stamen) pada tetua betina sebelum bunga mekar atau sebelum terjadi penyerbukan sendiri. Pada galur mandul jantan, kastrasi cukup dilakukan dengan menggunting ujung bunga lebih kurang sepertiganya. Ujung bunga dibuka lalu dipotong miring dengan gunting, kemudian antera diisap keluar dengan pompa isap. Teknik ini mudah dilakukan pada padi dan kemungkinan terjadinya kepala putik (stigma) rusak, antera pecah, dan persarian sendiri sangat kecil. Persilangan dilakukan di dalam ruangan berukuran 3 m x 4 m yang dipasang lampu listrik enam buah masing-masing 100 watt pada plafon secara merata. Ruangan tersebut ditutup agar terasa hangat dengan suhu ruangan sekitar 32°C dan kelembapan udara 80%.
Persiapan Penyerbukan
Tanaman yang telah siap diserbuki dipersiapkan dalam pot (ember plastik), kemudian dimasukkan ke ruangan persilangan. Sebelumnya, bunga jantan dipersiapkan, diambil dari
lapangan sekitar pukul 9.00 pagi saat bunga mulai mekar.
Bunga jantan diambil dengan cara memotong tangkai malainya kemudian disusun dalam bak-bak plastik berukuran panjang 58 cm, lebar 30 cm, dan tinggi 12 cm yang berisi air seperlima bagian. Tangkai malai direndam dan malai disandarkan pada bibir bak, lalu dibiarkan dalam ruangan + 2 jam atau sampai bunga mekar semua. Penye rbukan dilakukan dengan cara menggoyang-goyangkan bunga jantan di atas bunga betina dengan bantuan jari tangan.
Isolasi
Bunga yang telah diserbuki segera ditutup dengan kantong kertas transparan atau glacine bag (Soedyanto et al. 1978).
Pada malai lalu dipasang etiket yang mencantumkan tanggal penyilangan, nama tetua, jumlah malai yang disilangkan, dan dapat pula dituliskan nama yang menyilangkannya (Harahap 1982). Penulisan identitas sangat penting untuk legitimasi genotipe baru yang dihasilkan.
Pemeliharaan
Tanaman yang telah diserbuki merupakan bahan penelitian dan dipelihara di rumah kaca hingga gabah masak, biasanya + 3 minggu setelah persilangan. Setelah gabah masak, mulai dipanen kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di rumah kaca + 1 minggu atau dioven dengan suhu 45°C selama 3 x 24 jam (Sadjad 1993). Malai yang telah kering (kadar air 12%) lalu dirontok gabahnya, kemudian gabah dimasukkan ke dalam kantong kertas dan dic
atat dalam buku persilangan.
Penanaman Benih F1
Pada musim berikutnya, sebagian benih F1 hasil persilangan digunakan untuk bahan penelitian. Enam kombinasi hibrida F1 tersebut ditanam di rumah kawat untuk mendapatkan benih F2 Sebanyak 10 individu tanaman F1 ditanam untuk mendapatkan jumlah benih F2 yang memadai untuk percobaan pada musim berikutnya. Dari pertanaman ini dipanen 100-200 g benih F2 dari masing-masing kombinasi persilangan yang kemudian digunakan sebagai materi penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil persilangan dari enam kombinasi hibrida F1 bervariasi. Jumlah benih F1 yang dihasilkan tiap malai berkisar antara 6,4-46,2 butir (Tabel 2). Persilangan C20 x IR58025B dan IR58025A x C20 menghasilkan jumlah gabah per malai paling tinggi, yaitu masing-masing 46,2 dan 45,7 butir. Hasil benih F2 dari pertanaman F1 pada enam kombinasi persilangan berkisar antara 150-200 g (Tabel 3).
Sebanyak 10 individu tanaman F1 ditanam untuk memperoleh benih F2 yang memadai untuk percobaan pada musim berikutnya. Dari pertanaman ini dipanen 100-200 g benih F2 dari masing-masing kombinasi persilangan. Benih tersebut kemudian digunakan sebagai materi penelitian
tentang tekanan inbreeding dan pengaruh mandul jantan sitoplasma terhadap penurunan hasil padi hibrida pada generasi F2.
Persilangan IR58025A x IR53942 dan IR53942 x IR58025B memberikan hasil tertinggi, yakni 200 g. Persilangan C20 x IR58025B, IR58025A x Kencana Bali, Kencana Bali xIR58025B, dan IR58025A x C20 berturut-turut memberikan hasil 185 g, 175 g, 165 g, dan 150 g. Pada empat tetuanya, hasil benih tertinggi diperoleh dari IR58025B yakni 200 g, diikuti IR53942, C20, dan Kencana Bali dengan hasil berturutturut195 g, 190 g, dan 150 g.
KESIMPULAN DAN SARAN
Persilangan C20 x IR58025B dan IR58025A x C20 menghasilkan jumlah gabah per malai paling tinggi, masing-masing 46,2 dan 45,7 butir. Hasil benih F2 dari pertanaman F1 pada enam persilangan berkisar antara 150-200 g. Persilangan IR58025A x IR53942 dan IR53942 x IR58025B memberikan hasil tertinggi yakni 200 g. Persilangan C20 x IR58025B, IR58025A
x Kencana Bali, Kencana Bali x IR58025B, dan IR58025A x C20 berturut-turut memberikan hasil benih 185 g, 175 g, 165 g, dan 150 g.
Pada empat tetuanya, hasil benih tertinggi diperoleh dari IR58025B yakni 200 g, diikuti IR53942, C20, dan Kencana Bali dengan hasil benih berturut-turut 195 g, 190 g, dan 150 g.
Hasil benih tertinggi yang diperoleh diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tanaman untuk percobaan berikutnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Suwarno, Ibu Ir. Endang Suhartatik, MS, dan Aris Hairmansis, SP, MSi. atas bimbingan dan sarannya dalam penulisan makalah ini.
sumber: http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi_conten.php?volumeID=bt15210
Post a Comment