Kisah Sahabat Nabi - Masa Kekhalifahan Usman Ibn Affan

Sepeniggal khalifah Umar, sebenarnya peluang Ali ibn Abi Thalib menjadi khalifah cukup besar sebab hampir semua syarat ideal sebagai seorang khalifah terdapat pada dirinya. Dia adalah salah seorang yang dijamin masuk surga (ahad al-mubasy-syarina bi-aljannah), orang yang pertama masuk Islam dari kelompok anak-anak (awwalu man aslama min al-sibyan), menantu dan sepupu Nabi Muhammad SAW, keluarga terhormat dan ilmunya sangat luar biasa. Ali juga seorang sahabat yang tidak pernah absen dalam peprangan, bahkan ia adalah penjebol benteng Yahudi pada perang Khaibar. Tetapi, sebelum wafat khalifah Umar berwasiat, “Seandainya Abu Ubaidillah bin al-Jarrah masih hidup, jabatan khalifah akan saya serahkan kepadanya. Karena dia sudah meninggal saya tidak bisa menunjuk seseorang. Masalah ini akan saya serahkan kepada enam tokoh sebagai tim formatur. Anak saya Abdullah ibn Umar masuk dalam tim, namun tidak boleh dipilih. Dari bani Adiy cukup saya saja yang menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Ali ibn Abi Thalib, Usman ibn Affan, Abdurrahman ibn Auf, Sa’ad ibn Abi Waqaz, Zubair ibn Awwam dan Thalhah ibn Ubaidillah. Selama empat hari sudah harus ada keputusan mengenai pengganti khalifah. Kalau belum, maka ketua tim segera mengambil kebijaksanaan. Siapa yang tidak menyetujui apa yang sudah disepakati bunuhlah dia.

Musyawarah pun berjalan alot. Faktor kabilah menjadi penting. Zubair tidak bisa maju, karena Ali yang sama-sama dari bani Hasyim. Sa’ad ibn Abi Waqqas peluangnya tipis, karena berasal dari Bani Zahrah, suatu kabilah yang tidak punya wibawa dan prestis dibanding lainnya. Thalhah sama dengan Umar dari Bani Adiy, sehingga tidak mungkin maju. Nominator terkuat berarti Abdurrahman ibn Auf al-Zuhriy, Usman (Bani Umayyah) dan Ali (bani Hasyim). Abdurrahman tidak mungkin maju karena ada yang lebih senior, maka calon khalifah tinggal Ali dan Usman saja.

Unsur fanatisme kabilah dalam sidang formatur sangat berperan. Pada akhirnya, kunci berada pada Abdurrahman ibn Auf yang memilih Usman. Pemilihan ini dilakukan setelah melalui lobi yang ketat dengan kedua kandidat. Saat menemui Ali dia bertanya, “Seandainya engkau tidak termasuk orang yang dicalonkan, siapa yang kamu pilih?”. Ali menjawab “Usman”. Kemudian ia langsung menemui Usman dan menanyakan, “seandainya engkau di luar enam calon, siapa yang kamu pilih sebagai khalifah?”, Usman menjawab “Ali”. Karena keduanya sama-sama kuat, akhirnya Abdurrahman ibn Auf menetapkan Usman sebagai Khalifah. Penetapan ini (sekecil apapun) ada pertimbangan kabilahnya. Dan sekedar informasi, bahwa istri Abdurrahman ibn Auf (Ummi Kulsum) adalah saudara se-Ibu Usman bin Affan.

(Disarikan dari buku Aswaja dalam Lintas Sejarah karyaKH. Said Aqil Siradj) nu.or.id

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.