Info TKI - Dititipi Heroin, Mantan TKI Hongkong Terancam Hukuman Mati di China

“Saya sangat terkejut membaca surat dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia, terkait dengan ancaman hukuman mati terhadap anak saya, Nur Bidayati Ikrimah,” kata Masruri, ayah Nur Bidayati Ikrimah, saat mengadu ke Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat, di ruang kerjanya, Senin (28/03) sore. "Semaksimal mungkin kami akan memperjuangkan untuk meringankan hukuman Nur Bidayati, serta mengharapkan pembelaan atas kasusnya melalui Perwakilan RI di sana," tambah Jumhur Hidayat kepada kedua orang tua Nur Bidayati. Kepala BNP2TKI itu berharap agar keringanan hukum bisa diupayakan mengingat Nur Bidayati dalam kasus tersebut merasa diperalat oleh Peter Arsen, warga negara Ghana.

Berharap bisa melunasi hutang setelah menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong, malah terancam hukuman mati. Itulah hari-hari derita yang ditanggung Nur Bidayati Ikrimah binti Masruri (38 tahun). Ia sudah menjalani tahanan di Rutan No. 1 Kota Guangzhou, China, dua tahun lebih, sejak 17 Desember 2008 lalu sampai sekarang.

“Saya sangat terkejut membaca surat dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia, terkait dengan ancaman hukuman mati terhadap anak saya, Nur Bidayati Ikrimah,” kata Masruri, ayah Nur Bidayati Ikrimah, saat mengadu ke Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat, di ruang kerjanya, Senin (28/03) sore.

Yang mengejutkan Masruri dan istrinya, Siti Aminah, adalah dua surat dari Kemenlu – tertanggal 09 Januari 2009 dan 05 April 2010 – itu baru diterimanya pada awal Maret 2011 lalu.

"Sebenarnya Kemenlu RI sudah mengirimkan surat sudah dua kali, namun kami baru mengetahui adanya kasus tersebut pada Maret 2011, karena surat-surat sebelumnya dari Kemenlu selalu disembunyikan oleh suami Nur Bidayati," jelas Masruri.

Nur Bidayati ditangkap di Bandara Baiyun International, Guangzhou, pada 17 Desember 2008, karena tertangkap tangan menyelundupkan sekitar 1 kilogram narkoba jenis heroin. Saat ditangkap Nur Bidayati baru mendarat di Guangzhou dari Kuala Lumpur, Malaysia, dengan menumpang pesawat China Southern nomor penerbangan CZ 366.

Dari penjelasan Nur Bidayati sebagaimana dikutip dalam surat yang dikirimkan oleh Kemenlu pada 5 April 2010, terungkap di persidangan Pengadilan Tinggi Guangzhou kalau barang narkoba jenis heroin seberat 985 gam itu milik seorang warga negara Ghana bernama Peter Arsen. Karena itu, Nur Bidayati bersikukuh kalau dirinya tidak bersalah.

Bahkan, ketika hakim Pengadilan Tingkat Pertama di Guangzhou, China, menjatuhkan vonis hukuman mati, Nur Bidayati juga bersikeras menolak. "Atas putusan tersebut, saya menyatakan keberatan dan menyatakan tidak menerima keputusan tersebut dan tetap bersikukuh bahwa saya tidak bersalah. Karena heroin tersebut bukan milik saya tapi milik Peter Arsen,” tegas Nur Bidayati didepan majelis hakim Pengadilan Tinggi Kota Guangzhou, 25 Maret 2010 lalu.

Atas keberatan tersebut, hakim yang menyidangkan perkara Nur Bidayai, menyatakan terdakwa bisa mengajukan keberatan secara tertulis ke Pengadilan Tinggi Provinsi Guangdong.

Nur Bidayati mengaku telah ditipu oleh teman dekatnya, Peter Arsen, warga berkebangsaan Ghana yang dikenalnya di Kota Shenzen, yang kemudian mengelabuinya dengan melibatkannya dalam penyelundupan narkoba.

Nur Bidayati menuturkan, bahwa dirinya sebetulnya jadi sasaran korban mafia penyelundupan “barang haram” berupa heroin seberat kurang lebih 1 Kilogram. Pada mulanya, pemilik Paspor Nomor AL 120681 ini bisa menjadi TKI ke Hong Kong setelah diberangkatkan oleh Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) PT Dinding Berikat, Jakarta, pada 29 Pebruari 2008.

Setelah bekerja selama delapan bulan di Hong Kong, Nur Bidayati di PHK sepihak oleh majikannya. Sialnya, ia tidak langsung dipulangkan ke tanah air. Melainkan, dikembalikan pada Agency di Hong Kong. Oleh Agency di Hong Kong, Nur Bidayati dijanjikan akan dipekerjakan di China.

Nur Bidayati kemudian dikirimkan ke Guangzhou, China, dengan penerbangan China Southern melalui Kuala Lumpur. Pada 17 Desember 2008 itulah, Nur Bidayati tertangkap tangan menyelundupkan narkoba jenis heroin di Baiyun International Airport, Guangzhou, Republik Rayat China, dan kemudian dijebloskan ke Rutan No. 1 Kota Guangzhou, China.

Hakim Pengadilan Tinggi kota Guangzhou pada sidang yang digelar pada 25 Maret 2010, menyebutkan berdasarkan bukti-bukti, keterangan saksi serta pembelaan yang disampaikan terdakwa dan pengacara pada sidang tingkat pertama, Nur Bidayati dinyatakan tidak bisa menunjukkan bukti baru. Karenanya, hakim pengadilan tinggi itu menyatakan, alasan banding yang diajukan Nur Bidayati tidak berdasar dan tidak diterima.

“Hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama, yaitu terdakwa Nur Bidayati dijatuhi vonis hukuman mati dengan jangka waktu penundaan dua tahun,” sebut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu, Fachry Sulaiman, dalam laporan “Hasil Sidang Banding Kasus Penyelundupan Narkoba atas nama Nur Bidayati” tertanggal 05 April 2010 yang disampaikan kepada Ahmadun, suami Nur Bidayati, di Wonosobo.

Akan tetapi, terhadap sikap Nur Bidayati yang bersikukuh menyatakan keberatan atas hasil vonis sidang tersebut, hakim menyatakan bahwa terdakwa bisa mengajukan keberatan secara tertulis ke Pengadilan Tinggi Provinsi Guangdong.

Sesuai Hukum di China, vonis mati dengan penundaan hukuman dua tahun artinya jika di dalam waktu dua tahun terdakwa menunjukkan penyesalan dan berkelakuan baik maka akan dipertimbangkan untuk diremisi hukumannya menjadi seumur hidup dengan masa percobaan 10 tahun. Setelah masa percobaan 10 tahun itu terdakwa dapat dipertimbangkan hukumannya untuk mendapatkan pengurangan.

Dalam pertemuannya dengan Nur Bidayati seusai sidang, Konsul Protokol dan Konsuler KJRI Guangzhou memberikan penjelasan tentang arti hukuman mati dengan penundaan dua tahun itu. “Nur Bidayati titip pesan untuk suami dan keluarganya agar tidak khawatir dengan dirinya, dan agar menjaga orangtua di kampung halamannya,” sebut Fachry Sulaiman dalam membahasakan pesan Nur Bidayati kepada Ahmadun, suaminya.

Upayakan Keringanan

Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat saat menerima kedua orang tua Nur Bidayati, Masruri dan Siti Aminah, berjanji akan segera mengirim surat ke KJRI Guanzhou, China, guna memperoleh penjelasan lebih detil kasus dan perkembangan proses hukum yang menimpa Nur Bidayati.

"Semaksimal mungkin kami akan memperjuangkan untuk meringankan hukuman Nur Bidayati, serta mengharapkan pembelaan atas kasusnya melalui Perwakilan RI di sana," ucap Jumhur kepada kedua orang tua Nur Bidayati.

Kepala BNP2TKI itu berharap agar keringanan hukum bisa diupayakan mengingat Nur Bidayati dalam kasus tersebut merasa diperalat oleh Peter Arsen, warga negara Ghana.(Imam Bukhori)

sumber : bnp2tki.go.id

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.