Info Luar Negeri - Turki Keluhkan Tindakan Barat Atas Libya

Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan menyatakan, Turki tidak akan mengirim pasukan tempur untuk melawan Libya dan menyatakan menentang atas kampanye militer yang diperlihatkan Barat.

Ia mengatakan, intervensi asing di Libya harus hanya berkaitan dengan tujuan kemanusiaan dan di bawah payung PBB.

"Turki tidak akan pernah menjadi negara yang mengarahkan laras senjatanya pada orang-orang Libya," kata Erdogan pada pertemuan di partainya, Partai Keadilan dan Pembangunan di Parlemen pada hari Selasa (22/3). "Payung untuk operasi kemanusiaan di Libya semata-mata harus Perserikatan Bangsa-Bangsa," katanya. "Operasi itu harus dijalankan dengan alasan yang sah."

Turki mengeluh bahwa serangan udara terhadap pasukan yang setia kepada pemimpin Libya Muammar Qadhafi oleh Prancis, Amerika Serikat, dan Inggris, belum memenuhi prosedur internasional yang tepat.

Para pejabat Turki menujukan kritikannya kepada Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, dengan mengatakan bahwa pertemuan puncak 22 negara yang dilangsungkan di Paris pada hari Sabtu, telah ke luar dari kerangka PBB. Serangan udara terhadap pasukan Qadhafi dilangsungkan beberapa jam setelah pertemuan Paris, dihadiri oleh AS, anggota Uni Eropa dan Liga Arab –kecuali Turki.

"Tentu saja, kita mempertanyakan dan mengkritik KTT Paris," kata Erdogan kepada para pembantunya.

Dalam sambutan sebelumnya, ia langsung mengkritik Sarkozy, dengan menuduh dia menggunakan kampanye militer di Libya untuk mendongkrak popularitas di negerinya menjelang pemilihan yang dijadwalkan 2012, pada saat jajak pendapat menunjukkan penurunan dukungan baginya.

"Tidak ada yang menyuruhnya untuk melakukan peran seperti itu. Dia mengambil langkah sendiri," kata Erdogan tentang KTT Paris ketika berbicara kepada sekelompok wartawan di atas pesawat saat kembali ke Turki dari kunjungan ke Arab Saudi pada hari Senin.

"Sejauh yang kami ketahui, Sarkozy tidak ingin NATO melangkah masuk. Dia ingin Uni Eropa memimpin operasi. Dia ingin Turki dan AS tidak terlibat," kata Erdogan.

Perancis adalah negara pertama yang menyerang Libya, memulai operasi militer internasional di negara tersebut. Pemerintah Turki, yang memiliki masalah dalam hubungannya dengan Sarkozy sejak dia berkuasa karena penentangan Sarkozy untuk keanggotaan Turki di Uni Eropa, kecewa dengan keputusan Sarkozy yang mengecualikan Turki pada KTT Paris.

Ada prospek bahwa kritikan Turki akan meraih pendukung di arena internasional, karena sejumlah ketidaksenangan atas komando koalisi internasional yang terbentuk secara terburu-buru.

Amerika Serikat, yang menginginkan melepaskan komando operasi militer Libya kepada sekutu dalam beberapa hari, mengatakan pada hari Selasa bahwa pelaksanaan resolusi PBB yang mengesahkan penggunaan kekerasan terhadap Qadhafi membutuhkan dukungan internasional yang luas.

Selama percakapan telepon Senin malam, Presiden AS Barack Obama dan Erdogan menegaskan kembali "dukungan penuh" mereka untuk pelaksanaan resolusi PBB 1970 dan 1973.

"Para pemimpin sepakat bahwa ini akan membutuhkan upaya internasional yang luas, termasuk negara-negara Arab, untuk melaksanakan dan menegakkan resolusi PBB, didasarkan pada kontribusi nasional dan dijalankan oleh komando multinasional NATO, dengan kemampuan kontrol untuk memastikan efektivitas maksimal," demikian pernyataan dari Gedung Putih.

"Kami menggarisbawahi komitmen bersama untuk tujuan membantu orang-orang Libya kesempatan mengubah negara mereka sendiri, guna dengan menegakkan sistem demokrasi yang menghormati rakyat."

Turki juga mengeluh bahwa mereka telah bekerja di belakang layar dengan baik dengan Qadhafi dan oposisi untuk meraih kesepakatan yang akan mengakhiri konflik antara dua kubu tanpa menggunakan intervensi asing. Upaya ini terhenti ketika pesawat tempur Prancis mulai memukul target Libya pada hari Sabtu sore, ketika tokoh oposisi Libya masih mengadakan pembicaraan dengan pejabat Turki di Ankara untuk mencari jalan mengakhiri krisis.

"Kami telah berhubungan dengan pihak di Libya sejak peristiwa pertama dimulai. Kami berhubungan dengan kedua belah pihak ... Kami bertindak dengan sensitivitas maksimal untuk memastikan transisi di Libya tanpa pertumpahan darah, persis seperti yang terjadi di Mesir dan Tunisia. Sayangnya, hal ini tidak dapat tercapai," kata Erdogan.

Perbedaan cara pandang Turki-Prancis sama-sama terganjal dalam kesepakatan di NATO, yang sedang berusaha mencapai kesepakatan terlibat dalam operasi Libya. Turki mendesak aliansi meninjau kembali rencananya untuk menegakkan zona larangan terbang di Libya karena tidak ingin aset NATO digunakan untuk mencapai tujuan koalisi militer. Prancis, di sisi lain, tidak mau NATO memimpin operasi, dan menentang NATO pimpinan AS itu beroperasi atas negara Arab.

Sejauh ini, setelah berminggu-minggu dalam pertimbangan, duta besar NATO telah dapat menyetujui rencana operasi untuk NATO membantu menegakkan embargo senjata PBB di Libya, tetapi upaya untuk menyelesaikan rencana peran aliansi di zona larangan terbang belum berhasil diputuskan pada Selasa sore. Pada Selasa itu NATO bertemu di Brussels untuk menemukan jalan keluar dari kebuntuan.

Erdogan mengatakan, ia dapat mendukung upaya NATO, tetapi hanya jika tidak berubah menjadi tujuan pendudukan. "NATO hanya harus menentukan Libya bahwa Libya milik Libya, dan bukan untuk mendistribusikan sumber daya alam dan kekayaan kepada orang lain," kata Erdogan dalam kunjungan ke Arab Saudi pada hari Senin.

Ia juga menegaskan bahwa operasi tidak harus menghasilkan sebuah divisi dari Libya dan bahwa serangan militer yang harus dihentikan sesegera mungkin agar orang-orang Libya bisa memutuskan masa depan mereka sendiri.

Erdogan telah menawarkan petunjuk tentang peran yang bisa diilakukan Turki di Libya. Dengan menolak setiap aksi tempur, Erdogan mengatakan bahwa Turki dapat memberikan kontribusi dengan mengamankan bandara di Benghazi, kubu pemberontak anti-Qadhafi, mengamankan distribusi bantuan kemanusiaan di Libya, atau menyebarkan kapal di Mediterania, antara Pulau Kreta dan Benghazi, untuk membantu melaksanakan embargo senjata di Libya.*

Keterangan foto: Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan

Sumber : muslimnews

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.