Artikel Islami - Membiasakan Salam, Memperkuat Barisan
Kebiasaan yang selalu dicontohkan Rasulullah SAW adalah memulai salam dan selalu menjawab salam para sahabat. Bahkan suatu hari Rasulullah SAW berjalan kemudian bertemu anak kecil. Lantas beliau mengucapkan salam kepada anak kecil itu (HR. Muslim).
Mengucapkan salam dan menjawabnya merupakan adab kepada saudara sesama Muslim. Adab ini begitu penting sebab ia menjadi sebab meningkatkan rasa persaudaraan dan menentramkan hati di antara mereka.
Berkaitan dengan adab bermu’amalah dengan sesamanya, Rasulullah SAW bersabda: “Hak seorang Muslim kepada saudara Muslim lainnya ada lima yaitu; menjawab salam, mendo’akan ketika bersin, memenuhi undangannya, menjenguk ketika sakit dan mengantarkan jenazah.” (HR. Muslim).
Syeikh Nawawi bin Umar al-Bantani menegaskan, bahwa menyebarkan salam di antara sesama saudara Muslim melanggengkan rasa cinta di antara mereka dan merupakan penghormatan terhadap agama.
Makanya, jika kita memasuki suatu majelis atau bertemu sejumlah rombongan saudara Muslim, disunnahkan untuk memulai mengucapkan salam. Hikmahnya, agar tetap ada rasa persaudaraan dan mereduksi rasa permusuhan. Rasulullah SAW mengingatkan: “Ucapan salam itu sebelum (memulai) pembicaraan.” (HR. Tirmidzi).
Terkadang pada saat kita di dalam suatu majelis atau rombongan orang banyak, terjadi interaksi komunikasi atau perdebatan. Jika tidak disadari oleh rasa ukhuwah Islamiyah, setan mudah mengadu-domba. Dalam teori psikologi massa, pada saat seseorang berada dalam kelompok massa, nalar bisa berkurang. Dan orang mudah disulut rasa dendam dan marahnya.
Di sinilah pentingnya etika mengucapkan salam sebagaimana di ajarkan oleh Rasulullah SAW. Kita disunnahkan mengucapkan salam kepada saudara Muslim baik berjumlah satu atau sekumpulan Muslim banyak, agar persaudaraan Islamnya tetap terjaga. Tidak direduksi oleh tendensi-tendensi ego pribadi.
Sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, ketika seorang Muslim mengendarai kendaraan disunnahkan memulai mengucapkan salam kepada orang yang berjalan dan jika berjalan ia disunnahkan mengucapkan kepada saudaranya yang sedang duduk, sedangkan jika dua rombongan bertemu, rombongan yang jumlahnya kecil disunnahkan memulainya (HR. Muslim).
Di samping memperkuat rasa ke-Islamannya, salam merupakan terapi untuk menghilangkan sifat sombong, melatih diri untuk bersikap tawadlu’. Menurut Syeikh Nawawi al-Bantani, inti sikap tawadlu’ adalah memulai salam.
Berdasarkan hal itu maka, tidak keharusan seorang guru menunggu ucapaan salam muridnya, atau seorang pemimpin menanti bawahannya memulai mengucapkan salam. Jika mereka bertemua, seorang guru hendaknya tidak segan untuk memulai mengucapkan salam. Begitu pula seorang pemimpin. Rasulullah SAW telah memberi contoh hal tersebut, ia mengucapkan salam kepada seorang anak kecil.
Memulai mengucapkan salam adalah sunnah sedangkan menjawabnya adalah wajib. Budaya salam ini merupakan budaya sunnah yang melahirkan nilai-nilai hikmah, menguatkan rasa ukhuwah sesama Muslim dan melatih diri untuk beriskap tawadlu’.
Oleh sebab itu, maka tak sembarang salam diucapkan. Syeikh Abdul Qadir al-Jilani dalam al-Ghunyah menjelaskan aturan salam tersebut. Bahwa memulai mengucapkan salam adalah sunnah, kecuali kepada orang musyirk dan kafir. Juga salam kepada wanita yang bukan muhirm dimakruhkan dikhawatirkan timbul fitnah.
Salam adalah ungkapan do’a kepada sesamanya, makanya tidak diperkenankan diucapkan kepada orang kafir. Salam itu sebuah konsep yang khusus berlaku untuk sesama Muslim. Rasulullah SAW melarang mengucapkan salam kepada non-Muslim “Janganlah kamu memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani,” kata Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim. Di tempat yang lain beliau memberi arahan: “Apabila ada Ahlul Kitab mengucapkan salam kepadamu maka, jawablah dengan; “alaykum”. (HR. Muslim).
Jawaban ‘alaykum’ saja memberi arti bahwa, kita tidak mendoakan kepadanya. Padahal bila sesama Muslim yang mengucapkan salam, diutamakan kita menjawab dengan tambahan doa, misalnya wa’alaykum salam ‘warahmatullahi wabarakatuh’, atau cukup dengan ‘wa’alaykum salam warahmah’. Bahkan kita bisa menambah dengan kalimat doa lainnya, misalnya, wa’alaykum salam warahmatullahi wabarakatuh wamaghfiratuh’.
Hal ini memberi petunjuk, bahwa memang salam itu adalah konsep Islam yang bertujuan menguatkan rasa persaudaraan sesama Muslim. Maka biasakanlah salam kepada saudara sesama Muslim di manapun. Jika kita tidak mengenal seseorang akan tetapi tahu bahwa dia Muslim, maka hendaknya kita ucapkan salam kepadanya. Maka, mari kita mulai memperkuat barisan umat Islam (shufuful Muslim) denga menebarkan salam, agar kita saling mencintai dan memiliki solidaritas sesamanya.
(hidayatullah /inimediaku)
Mengucapkan salam dan menjawabnya merupakan adab kepada saudara sesama Muslim. Adab ini begitu penting sebab ia menjadi sebab meningkatkan rasa persaudaraan dan menentramkan hati di antara mereka.
Berkaitan dengan adab bermu’amalah dengan sesamanya, Rasulullah SAW bersabda: “Hak seorang Muslim kepada saudara Muslim lainnya ada lima yaitu; menjawab salam, mendo’akan ketika bersin, memenuhi undangannya, menjenguk ketika sakit dan mengantarkan jenazah.” (HR. Muslim).
Syeikh Nawawi bin Umar al-Bantani menegaskan, bahwa menyebarkan salam di antara sesama saudara Muslim melanggengkan rasa cinta di antara mereka dan merupakan penghormatan terhadap agama.
Makanya, jika kita memasuki suatu majelis atau bertemu sejumlah rombongan saudara Muslim, disunnahkan untuk memulai mengucapkan salam. Hikmahnya, agar tetap ada rasa persaudaraan dan mereduksi rasa permusuhan. Rasulullah SAW mengingatkan: “Ucapan salam itu sebelum (memulai) pembicaraan.” (HR. Tirmidzi).
Terkadang pada saat kita di dalam suatu majelis atau rombongan orang banyak, terjadi interaksi komunikasi atau perdebatan. Jika tidak disadari oleh rasa ukhuwah Islamiyah, setan mudah mengadu-domba. Dalam teori psikologi massa, pada saat seseorang berada dalam kelompok massa, nalar bisa berkurang. Dan orang mudah disulut rasa dendam dan marahnya.
Di sinilah pentingnya etika mengucapkan salam sebagaimana di ajarkan oleh Rasulullah SAW. Kita disunnahkan mengucapkan salam kepada saudara Muslim baik berjumlah satu atau sekumpulan Muslim banyak, agar persaudaraan Islamnya tetap terjaga. Tidak direduksi oleh tendensi-tendensi ego pribadi.
Sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, ketika seorang Muslim mengendarai kendaraan disunnahkan memulai mengucapkan salam kepada orang yang berjalan dan jika berjalan ia disunnahkan mengucapkan kepada saudaranya yang sedang duduk, sedangkan jika dua rombongan bertemu, rombongan yang jumlahnya kecil disunnahkan memulainya (HR. Muslim).
Di samping memperkuat rasa ke-Islamannya, salam merupakan terapi untuk menghilangkan sifat sombong, melatih diri untuk bersikap tawadlu’. Menurut Syeikh Nawawi al-Bantani, inti sikap tawadlu’ adalah memulai salam.
Berdasarkan hal itu maka, tidak keharusan seorang guru menunggu ucapaan salam muridnya, atau seorang pemimpin menanti bawahannya memulai mengucapkan salam. Jika mereka bertemua, seorang guru hendaknya tidak segan untuk memulai mengucapkan salam. Begitu pula seorang pemimpin. Rasulullah SAW telah memberi contoh hal tersebut, ia mengucapkan salam kepada seorang anak kecil.
Memulai mengucapkan salam adalah sunnah sedangkan menjawabnya adalah wajib. Budaya salam ini merupakan budaya sunnah yang melahirkan nilai-nilai hikmah, menguatkan rasa ukhuwah sesama Muslim dan melatih diri untuk beriskap tawadlu’.
Oleh sebab itu, maka tak sembarang salam diucapkan. Syeikh Abdul Qadir al-Jilani dalam al-Ghunyah menjelaskan aturan salam tersebut. Bahwa memulai mengucapkan salam adalah sunnah, kecuali kepada orang musyirk dan kafir. Juga salam kepada wanita yang bukan muhirm dimakruhkan dikhawatirkan timbul fitnah.
Salam adalah ungkapan do’a kepada sesamanya, makanya tidak diperkenankan diucapkan kepada orang kafir. Salam itu sebuah konsep yang khusus berlaku untuk sesama Muslim. Rasulullah SAW melarang mengucapkan salam kepada non-Muslim “Janganlah kamu memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani,” kata Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim. Di tempat yang lain beliau memberi arahan: “Apabila ada Ahlul Kitab mengucapkan salam kepadamu maka, jawablah dengan; “alaykum”. (HR. Muslim).
Jawaban ‘alaykum’ saja memberi arti bahwa, kita tidak mendoakan kepadanya. Padahal bila sesama Muslim yang mengucapkan salam, diutamakan kita menjawab dengan tambahan doa, misalnya wa’alaykum salam ‘warahmatullahi wabarakatuh’, atau cukup dengan ‘wa’alaykum salam warahmah’. Bahkan kita bisa menambah dengan kalimat doa lainnya, misalnya, wa’alaykum salam warahmatullahi wabarakatuh wamaghfiratuh’.
Hal ini memberi petunjuk, bahwa memang salam itu adalah konsep Islam yang bertujuan menguatkan rasa persaudaraan sesama Muslim. Maka biasakanlah salam kepada saudara sesama Muslim di manapun. Jika kita tidak mengenal seseorang akan tetapi tahu bahwa dia Muslim, maka hendaknya kita ucapkan salam kepadanya. Maka, mari kita mulai memperkuat barisan umat Islam (shufuful Muslim) denga menebarkan salam, agar kita saling mencintai dan memiliki solidaritas sesamanya.
(hidayatullah /inimediaku)
Post a Comment